-->

Minggu, 18 Desember 2011

Paradigma Mahasiswa Terhadap Lembaga Kemahasiswaan

Hampir di setiap perguruan tinggi pasti ada organisasi kemahasiswan,sebagai wahana untuk meengatualisasikan kreatifitas dan potensi mahasiswa. Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi, pada Pasal 3 (1) dijelaskan bahwa di setiap perguruan tinggi terdapat satu organisasi kemahasiswaan intra perguruan tinggi yang menaungi semua aktivitas kemahasiswaan. Organisasi kemahasiswa intra ini dibentuk pada tingkat perguruan tinggi, fakultas, dan jurusan. Pada Pasal 5 dijelaskan bahwa organisasi kemahasiswaan intra perguruan tinggi mempunyai fungsi sebagai sarana dan wadah:

perwakilan mahasiswa tingkat perguruan tinggi untuk menampung dan menyalurkan aspirasi mahasiswa, menetapkan garis-garis besar program dan kegiatan kemahasiswaan;
pelaksanaan kegiatan kemahasiswaan;
komunikasi antar mahasiswa;
pengembangan potensi jatidiri mahasiswa sebagai insan akademis, calon ilmuwan dan intelektual yan berguna di masa depan;
pengembangan pelatihan keterampilan organisasi, manajemen dan kepemimpinan mahasiswa;
pembinaan dan pengembangan kader-kader bangsa yang dalam melanjutkan kesinambungan pembangunan nasional;
untuk memelihara dan mengembangkan ilmu dan teknologi yang dilandasi oleh norma-norma agama, akademis, etika, moral dan wawasan kebangsaan.

Diantara fungsi organisasi tersebut, fungsi pengembangan keterampilan organisasi dan kepemimpinan mahasiswa merupakan hal yang penting. Hal ini disebabkan mahasiswa, selain calon ilmuwan, juga calon pemimpin bangsa di masa depan. Mahasiswa adalah sebagian kecil dari generasi muda yang nanti diharapkan sebagai pemimpin. Oleh karena itu, perlu dipersiapkan secara matang melalui organisasi kemahasiswaan. Persoalan yang dianggap urgen dari kehidupan mahasiswa adalah ketika mereka harus menghadapi globalisasi yang ditandai dengan tuntutan demokratisasi dan persaingan. Demokrasi menjadi salah satu tuntutan masyarakat dunia, sebab demokrasi dianggap sebagai suatu sistem pemerintahan rasional terbaik. Tuntutan terhadap demokratisasi di Indonesia juga semakin menguat semenjak reformasi. Tuntutan kebebasan berpendapat, penegakan hukum, perlindungan terhadap HAM, keterbukaan, merupakan indikator dari demokrasi. Oleh karena pemimpin, dituntut untuk lebih memahami, dan sekaligus menjalankan prinsip dan nilai-nilai demokrasi. Meskipun gerakan reformasi tahun 1998 dipelopori oleh mahasiswa, belum semua mahasiswa paham tentang demokrasi. Berbagai konflik antar mereka pada saat pemilihan pimpinan organisasi, demontrasi yang berujung pada tindakan yang anarkis mengindikasikan bahwa belum semua mahasiswa paham tentang demokrasi. Berdasarkan pada kondisi tersebut, salah satu program pendidikan karakter yang dikembangkan di Unesa adalah membangun karakter pemimpin melalui organisasi kemahasiswa. Pendidikan karakter pemimpin tersebut ditujukan kepada para elit-elit mahasiswa yang menjadi pengurus organisasi kemahasiswa mulai dari tingkat perguruan tinggi sampai ke tingkat jurusan. Nilai yang ditanamkan adalah etika politik, yang berkaitan dengan bagaimana mereka memperoleh dan menggunakan kekuasaan, serta bagaimana mereka mensikapi lawan politik dalam proses pemilihan pimpinan organisasi. Dalam pendidikan ini yang pertama dilakukan adalah merubah paradigma ”menang-kalah” menjadi ”yang terbaik”. Paradigma ”menang-kalah” menganggap bahwa kekuasaan adalah segalanya, dan oleh karena itu harus diperebutkan dengan segala cara. Paradigma seperti ini bukan hanya mendorong tindakan ”marchiavelian”, yang menghalalkan segala cara untuk memperoleh kekuasaan, tetapi juga menimbulkan konflik yang berkepanjangan diantara sesama mahasiswa. Konflik antara mahasiswa sebagai akibat dari proses pemilihan pimpinan mahasiswa, selain dapat menimbulkan tindakan anarkhis yang dapat menimbulkan kerusakan berbagai sarana, juga menghasilkan budaya yang tidak sesuai dengan etika akademis, yang selalu menghargai perbedaan pendapat dan sudut pandang. Paradigma ”menang-kalah” harus diubah menjadi paradigma ”yang terbaik”, yaitu memilih yang terbaik diantara yang baik. Dengan asumsi bahwa diantara yang baik tentu ada yang terbaik, maka proses pemilihan pimpinan organisasi kemahasiswa dilakukan dengan cara uji publik yang melibatkan seluruh mahasiswa. Dengan paradigma ini, para mahasiswa didorong untuk berlomba-lomba menjadi yang terbaik, tanpa harus merugikan yang lain (fastabikhulqhoirat). Dengan paradigma ini nilai—nilai yang akan dibangun adalah (1) Acievement; mendorong setiap orang untuk menjadi yang terbaik, (2) menghargai prestasi orang lain; (3) ikhlas, dengan memberi kesempatan kepada mereka yang lebih bak, (4) menjaga persatuan dan keutuhan organiisasi kemahasiswaan, (5) lebih mengutamakan kepentingan organisasi (negara) daripada kepentingan pribadi atau kelompok. Perubahan paradigma ini dilakukan dengan pendekatan rasionalisasi melalui diskusi-diskusi di kalangan pimpinan organisasi kemahasiswaan (BEM dan DLM) baik ditingkat perguruan tinggi sampai ke tingkat jurusan. Selain itu, upaya untuk membangun karakter pemimpin di kalangan mahasiswa juga dilakukan melalui Latihan Ketrampilan Manajemen Mahasiswa (LKMM) mulai dari tingkat jurusan atau prodi, sampai ke tingkat perguruan tinggi. Mulai dari LKMM pradasar di tingkat prodi, LKKM dasar di tingkat fakultas, dan LKMM tingkat menengah dan lanjut di tingkat Universitas. Dengan program ini diharapkan para pimpinan organisasi kemahasiswaan menjadi model karakter dari mahasiswa lain. Mahasiswa yang menjadi pimpinan BEM maupun DLM di tingkat Fakultas minimal harus pernah mengikuti LKMM tingkat dasar. Begitu juga mahasiswa yang ingin menjadi pimpinan BEM maupun DLLM di tingkat universitas harus telah mengikuti LKMM tingkat menengah, atau minimal telah menikuti LKKM tingkat menengah, Dengan pola ini karakter kepemipinan mahasiswa akan terbangun, sehingga diharapkan kedepan mereka bisa menjadi pemimpin-pemimpin yang cerdas, bijak, dan sederhana. Sebagai implementasi dari nilai-nilai karakter yang telah mereka peroleh dari matakuliah Pengembangan Kepribadian, pengelaman mereka mengikuti unit-unit kegiatan kemahasiswaan, dan leatihan keterampilan manajemen, para pimpnan organisasi kemahasiswaan ini harus bisa menjadi contoh atau model bagi mahasiswa lainnya. Dengan demikian, selain ada pengendalian diri agar berbuat yanag baik, mereka juga diawasi oleh mahasiswa lain. Dengan faktor internal dan eksternal inilah mereka akan menampilkan karakter sebagai mahasiswa yang cerdas, jujur, bertangggungjawab, dan memiliki kepedulian terhadap lingkungann maupun teman sejawatnya. Sebagai bentuk pengarhargaaan dan sekaligus motivasi kepada para mahasiswa, setiap tahun dipilih mahasiswa model terbaik di tingkat universitas maupun fakultas. Kepada mereka yang menjadi mahasiswa model terbaik diberi penghargaan oleh lembaga berupa surat pengharagan dan lainnya. Dengan penghargaan ini diharapkan semakin banyak mahasiswa yang ingin menjadi model karakter.

Original Article by Alim Sumarno, M.pd

Tidak ada komentar:

Posting Komentar